BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang Permasalahan
Tidak
bisa dipungkiri bahwa kita hidup dalam bisnis. Mulai dari hal terkecil seperti
kita membeli jajanan di warung sampai bisnis antar perusahaan diseluruh dunia,
kita turut ambil bagian dalam itu. Apalagi kita sebagai mahasiswa yang sudah
menentukan jadi apa kita di kemudian hari setelah tamat kuliah dan pasti
sebagiannya memilih jadi pengusaha.
Tentunya
jika kita berbisnis inginnya memiliki untung yang besar, kita tidak mau ada
saingan kita yang mengungguli kemampuan kita, untuk mecapainya kita melakukan
strategi untuk mengatasinya, bahkan sampai ada yang diluar akal rasional kita
sebagai manusia intelektual.
Dalam
berbisnis ada beberapa faktor pendukung untuk membuat bisnis menjadi lebih
baik, salah satunya etika . Etika dalam berbisnis bisa sangat penting karena
akan menjadi dasar untuk membangun kepercayaan orang lain tentang bisnis yang
kita jalankan.
Lalu
apakah hubungannya etika bisnis dengan kita yang beragama Kristen ? Jawabannya
sangat berhubungan , karena dalam agama Kristen , Yesus mengajarkan kita untuk
selalu berbuat baik kepada siapapun juga , termasuk tidak mencuranginnya.
Pengajaran itu juga termasuk dalam hal berbisnis. Berikut kami akan membahas
lebih lanjut berkaitan dengan etika
dalam berbisnis dan mahasiswa Kristen.
1.2.Urgensi
Masalah
Berikut
ada masalah yang berbeda mengenai etika dalam berbisnis.
Beberapa waktu lalu ada dua berita yang mempertanyakan apakah
etika
dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT XXX. Kedua, obat antinyamuk merk YY yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus PT XXX, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus YY, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bias menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung.[i]
dan bisnis berasal dari dua dunia berlainan. Pertama, melubernya lumpur dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT XXX. Kedua, obat antinyamuk merk YY yang diketahui memakai bahan pestisida berbahaya yang dilarang penggunaannya sejak tahun 2004. Dalam kasus PT XXX, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pada kasus YY, meski perusahaan pembuat sudah meminta maaf dan berjanji akan menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bias menyebabkan kanker itu terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran. Atas kasus-kasus itu, kedua perusahaan terkesan melarikan diri dari tanggung jawab. Sebelumnya, kita semua dikejutkan dengan pemakaian formalin pada pembuatan tahu dan pengawetan ikan laut serta pembuatan terasi dengan bahan yang sudah berbelatung.[i]
Dari kasus-kasus yang disebutkan sebelumnya, bagaimana
perusahaan
bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.
bersedia melakukan apa saja demi laba. Wajar bila ada kesimpulan, dalam bisnis, satu-satunya etika yang diperlukan hanya sikap baik dan sopan kepada pemegang saham. Harus diakui, kepentingan utama bisnis adalah menghasilkan keuntungan maksimal bagi shareholders. Fokus itu membuat perusahaan yang berpikiran pendek dengan segala cara berupaya melakukan hal-hal yang bisa meningkatkan keuntungan. Kompetisi semakin ketat dan konsumen yang kian rewel sering menjadi faktor pemicu perusahaan mengabaikan etika dalam berbisnis.
BAB II
DESKRIPSI LENGKAP PERMASALAHAN
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari
bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan
(custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan
istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang
berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan
sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian
perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem
nilai-nilai yang berlaku.
Akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan
perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis, terutama mengenai mekanisme pasar
bebas. Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis
untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi.
Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme
pasar.
Dalam sistem perekonomian pasar bebas,
perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal
mungkin, sejalan dengan prinsip efisiensi. Namun, dalam mencapai tujuan
tersebut pelaku bisnis kerap menghalalkan berbagai cara tanpa peduli apakah
tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak.
Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan
yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan
norma-norma etis, meski perusahaan - perusahaan tersebut memiliki code of conduct dalam berbisnis yang
harus dipatuhi seluruh organ didalam organisasi. Banyak perusahaan melakukan
pelanggaran, terutama dalam pelaporan kinerja keuangan perusahaan.
Akhir-akhir ini pelanggaran etika bisnis dan
persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan bangsa pasar terasa semakin
memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang kurang memiliki kemampuan
bersaing karena perusahaan besar telah mulai merambah untuk menguasai bisnis
dari hulu ke hilir. Perlu adanya sanksi yang tegas mengenai larangan praktik
monopoli dan usaha yang tidak sehat agar dapat mengurangi terjadinya
pelenggaran etika bisnis dalam dunia usaha.
Etika Bisnis dengan Mahasiswa Kristen
Masalah ini
penting untuk dipermasalahkan karena dalam berbisnis orang cenderung melanggar
etika berbisnis. Dalam hal ini bukan hanya
orang-orang Kristen tetapi juga seluruh masyarakat lainnya. Sementara kita ketahui etika berkaitan dengan masalah
moral di tengah
masyarakat yaitu tentang apa yang benar dan apa yang salah. Bagi orang Kristen etika berkaitan tentang apa
yang benar dan apa yang salah menurut firman Tuhan. Yaitu orang-orang yang
percaya kepada Allah dan firman-Nya sebagai pewahyuan ilahi yang dinyatakan
secara khusus bagi orang percaya. Oleh karena keyakinan kita didasarkan kepada
Kitab Suci, maka ayat-ayat di dalam Alkitab harus diterapkan sebagai hukum
ilahi yang berotoritas atas kehidupan orang Kristen. Sedangkan dalam berbisnis kita juga harus
menggunakan etika terutama kita mahasiswa Kristen.
Seringkali orang akan menemukan pertentangan-pertentangan ketika ia akan
menerapkan firman Tuhan dalam bisnisnya. Karena tujuan dari pada bisnis adalah
meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dan dalam usaha untuk mendapatkan
keuntungan terbesar, maka muncullah berbagai macam motif dan metode yang
berbeda-beda. Di sinilah kadang kala muncul kontradiksi perspektif antara
bisnis dan Alkitab. Apalagi bila seorang Kristen pelaku bisnis diperhadapkan
dengan dua pilihan yang krusial, maka keputusan yang diambil haruslah keputusan
yang mengakibatkan resiko terkecil.
Secara
sederhana, masalah etika bisnis muncul bila terjadi konflik tanggung jawab,
atau konflik
loyalitas. Hal ini muncul karena kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang
lain bertabrakan dan kepentingan orang lain mungkin akan dikorbankan demi diri
sendiri atau kelompok sendiri dalam praktik bisnis.
Bukan hanya sekedar orang Kristen pelaku bisnis, namun bagaimana jika
pelaku bisnis itu adalah seorang hamba Tuhan? Seorang pelayan mimbar? Atau
pendeta? Bagaimanakah ia menerapkan prinsip-prinsip Alkitabiah dalam bisnisnya?
Apakah konsekuensinya ketika ia menerapkan prinsip Alkitab? Apakah prioritasnya
benar? Ataukah akan berubah-ubah? Dan berbagai macam pertanyaan-pertanyaan lain
yang perlu dijawab. Jawaban-jawaban dari pertanyaan tersebut haruslah
berdasarkana kebenaran firman Allah yang menjadi otoritas tertinggi dalam
kehidupan orang-orang Kristen.
BISNIS SEKULER VS BISNIS ALKITABIAH
Telah disinggung sedikit sebelumnya bahwa ada dilema yang akan dihadapi
oleh seorang Kristen yang menjadi pelaku bisnis, apalagi bila ia adalah seorang
hamba Tuhan. Tujuan utama dari bisnis pada dasarnya adalah memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya, yang dimaksudkan keuntungan di sini pastilah
berkaitan erat dengan uang.
Tujuan dunia bisnis ialah berhasil dalam bisnis. Semua orang tahu bahwa
memperoleh uang lebih banyak daripada yang dibelanjakan merupakan kunci
keberhasilan dalam bisnis apapun juga. Itulah sebabnya falsafah populer dunia
ini adalah: “Lakukanlah apa saja demi memperoleh uang karena
uang adalah kunci keberhasilan bisnis.”
Sedangkan Alkitab memberikan peringatan bahwa cinta akan uang adalah akar
dari segala kejahatan (1 Timotius 6:10), ayat ini berbicara tentang sikap hati
terhadap uang. Uang adalah sesuatu yang kita butuhkan untuk melakukan transaksi
jual beli, namun apabila uang sudah menjadi sesuatu yang mengikat dan menarik
hati kita maka akan mengakibatkan berbagai macam kejahatan oleh karena cinta
uang.
Sehingga orang juga bisa menjadi hamba uang, kendati Alkitab telah
memperingatkan kita (1 Timotius 3:3; 2 Timotius 3:2; Ibrani 13:5). Juga Tuhan
memperingatkan bahwa kita tidak dapat melayani dua majikan yaitu Tuhan atau
mamon (Matius 6:24; Lukas 16:9, 11, 13).
Dari ayat-ayat ini tidak ada satupun yang mengindikasikan bahwa Tuhan melarang atau membenci
uang, karena ada juga banyak ayat-ayat lain yang menjelaskan tentang kehidupan
dunia bisnis.
Dan pastilah ayat-ayat yang dibentangkan di dalam Alkitab banyak di
antaranya berkaitan dengan pribadi Tuhan sendiri. Tuhan menunjukkan perhatian-Nya
dalam usaha (bisnis) pertanian ketika Ia berjanji : “selama bumi masih ada,
takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai”. Malah sebagian besar tulisan
Musa dalam Perjanjian Lama terdiri atas perintah-perintah Tuhan mengenai usaha
pertanian (Imamat 25: 3-4). Tuhan juga terlibat dalam bisnis real estate (tanah
dan rumah). Beberapa ayat dalam Perjanjian Lama merupakan perintah Tuhan secara
garis besar mengenai cara mengadakan transaksi dalam bisnis real estate.
(Imamat 25:10-25; Ulangan 19:14; 27:17).
Kita tidak boleh
mengatakan, bahwa “bisnis itu kotor”. Bila ia menjadi kotor, itu adalah karena
kesalahan manusia. Bukan oleh karena memang begitulah yang Ia kehendaki. Yang
Tuhan kehendaki justru adalah, menjaga kebersihan dan kesucian bisnis itu. Yang
Tuhan kehendaki justru adalah, melaksanakan kegiatan itu dengan sepenuh hati
kita, disemangati oleh ketaatan kepada-Nya, serta kesadaran yang penuh bahwa
kita sedang mengelola harta milik Allah sendiri.
Bukan hanya itu saja, namun Tuhan juga memperhatikan perkembangan sistem
kredit dan perbankan (Keluaran 22:25); dalam urusan ukur mengukur dan timbang
menimbang (Imamat 19:35-36); dalam perkembangan sistem peradilan (Keluaran
23:1-9); dan dalam program kesejahteraan sosial untuk menunjang rang-orang miskin
(Imamat 19:9-10; Ulangan 24:17-22). Dari ayat-ayat ini, kita dapat melihat
bagaimana Tuhan menaruh perhatian kepada hal-hal yang berkaitan dengan
manajemen dalam banyak aspek kehidupan umat-Nya.
Namun motif dan metode yang digunakan oleh Allah jelaslah berbeda dengan
yang digunakan oleh orang-orang dunia. Di sinilah muncul dilema dalam diri
hamba Tuhan yang melakukan bisnis. Dilema dalam membuat keputusan, dilema dalam
membuat pilihan, dan dilema dalam bertindak. Motif dan metode yang berbeda akan
menimbulkan kesulitan dalam menyeimbangkan bisnis dan Alkitab, apabila si
pelaku bisnis tidak mengerti kebenaran firman Allah. Dan perlu diingat bahwa
otoritas Allah yang mengatur kegiatan bisnis dalam Alkitab hanya dapat berlaku
bagi orang yang percaya pada-Nya.[ii]
BAB III
TANGGAPAN TERHADAP PERMASALAHAN
Ada
hal yang harus kita perhatikan dalam berbisnis. Yakni memerhatikan
kepentingan dan menjaga perasaan orang lain serta mencegah terjadinya salah paham dengan orang
lain, karena masing-masing budaya atau negara mempunyai etika bisnis yang
berbeda.
Perilaku dan sikap pelaku bisnis dapat mencerminkan tentang kepribadin pelaku bisnis
tersebut. Perilaku juga mencerminkan watak seseorang sehingga ada beberapa hal
yang harus dihindari. Perilaku yang hanya mementingkan diri sendiri, tidak
disiplin, dan tidak bisa dipercaya, dapat membuat bisnis tidak berkembang.
Etika bisnis yang tepat dapat membangkitkan sifat-sifat yang positif.
Dalam masalah upah Firman Tuhan berkata, “Celakalah dia
yang membangun istananya berdasarkan ketidakadilan dan anjungnya berdasarkan
kelaliman, yang mempekerjakan sesamanya dengan cuma-cuma dan tidak memberikan
upahnya kepadanya” (Yeremia 22:13). Pada bagian lain Alkitab berkata,
“Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari
buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan
semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu” (Yakobus 5:4).
Beberapa
pedoman yang dapat kita ambil dari alkitab untuk masalah upah :
1. Tuhan tidak menghendaki
semua orang dibayar dalam jumlah yang sama
2. Mereka yang melakukan
pekerjaan lebih baik harus dibayar lebih besar
3. Tuhan sangat menuntut
keadilan di dalam membayar upah para karyawan
4. Majikan Kristen
bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan minimal para karyawannya
Dalam masalah
suap menyuap,
Bernard T. Adeney di dalam bukunya memberikan suatu saran bahwa suap (bribes)
adalah dosa dan salah, namun kita bisa melakukan pemberian. Pemberian (gifts)
itu harus bersifat tulus dan tidak membelokkan kebenaran, serta tidak
mendominasi, tidak mengontrol, dan tidak membelokkan hukum (Amsal 17:23).
Sebagai para
pelaku bisnis Kristen ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan dalam
berbisnis :
1. Hendaklah setiap pelaku bisnis memiliki hati
nurani.
2. Peka terhadap masalah-masalah sosial yang
ditimbulkan dalam bisnisnya.
3. Melayani sesamanya.
Menurut Larry
Burkett, ada beberapa dasar Alkitab dalam melaksanakan bisnis :
1.
Menjalankan bisnis
yang mencerminkan Kristus. Dunia bisnis tidaklah selalu jujur. Oleh karenanya
tiap orang Kristen wajib hidup dalam kejujuran. Tuhan sendiri berkat bahwa Ia
bergaul erat dengan orang jujur (Amsal 3:32). Tetapi hendaklah
keuntungan bukan satu-satunya tujuan dalam praktek bisnis, sebab bila demikian
seseorang akan berupaya menghalalkan segala cara untuk mencapai untung. Padahal
setiap perilaku orang percaya ada di bawah terang Kristus.
2.
Menjalankan bisnis
yang bertanggungjawab. Maksudnya, pelaku bisnis mampu bekerjasama dengan orang
lain dan bisa menerima masukan dari beberapa rekannya (termasuk pasangannya);
menyediakan produk yang bermutu dengan harga yang sesuai; menghormati orang
yang memberi hutang kepada Anda (Amsal 3:27-28); memperlakukan bawahan dan
karyawan dengan adil terutama dalam hal upahnya; dan menjadikan pelanggan atau
orang yang menikmati produk atau jasa Anda sebagai yang utama. Jangan menipu
mereka.
Beberapa dasar minimum untuk melakukan bisnis
sesuai dengan Alkitab berdasarkan buku karangan yang berjudul Bisnis Menurut
Alkitab ( Business by The Book ) ditulis oleh Larry Burkett
:
1. Refleksikan Kristus dalam
bisnis Anda.
Langkah awal adalah Saudara harus mempunyai
tekat yang kuat walaupun mengalami banyak tantangan, bahkan pada awalnya akan
mengalami kerugian. Anda harus bersikap jujur 100%. Amsal 3:33 : “ Karena orang yang tidak jujur
adalah kekejian bagi Tuhan; tetapi dengan orang jujur bergaul erat “ dan
Amsal 4:23:
“ Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar
kehidupan.”
2. Dapat dipercaya (
accountable )
Refleksikan Firman Tuhan dalam otoritas bisnis
Anda untuk mengambil keputusan yang dapat dipercaya dan diandalkan dalam
situasi normal atau situasi yang banyak tantangan. Amsal 3:7 “ janganlah engkau menganggap dirimu
sendiri bijak, takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan.”
3. Menyediakan produk
berkualitas dengan harga yang wajar.
Hasil produk dan jasa pada suatu perusahaan
akan berkata lebih banyak kepada public sebagai pemakai produk dan jasa
mengenai karakter sebenarnya perusahaan tersebut dan orang-orang yang ada di
dalamnya dibandingkan aspek yang lain dalam perusahaan tersebut. Bila Anda benar-benar mengasihi sesama, Anda tentu
ingin mereka mendapatkan perlakuan sebaik mungkin. Matius 5:16 “ Demikianlah hendaknya terangmu
bercahaya di depan semua orang. Supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan
memuliakan Bapamu yang di sorga.”
4. Hormatilah kreditor Anda
Kreditor bisnis mencakup orang yang
meminjamkan barang dagangan dan uang. Dalam lingkungan bisnis modern sering disebut
“supplier“. Orang Kristen yang tetap memesan barang atau material lainnya
padahal sudah menunggak tagihan berarti melakukan tipu daya ! Amsal 3:27 “
Janganlah menahan kebaikan daripada orang-orang yang berhak menerimanya,
padahal engkau mampu melakukannya.” Amsal 3:28 “ Janganlah engkau berkata kepada
sesamamu:”Pergilah dan kembalilah, besok akan kuberi, sedangkan yang diminta
ada padamu.”
5. Perlakukan karyawan Anda
dengan adil.
Pimpinan yang menerapkan keadilan mampu
memberitakan Kristus kepada karyawan mereka. Biasanya keadilan berkaitan dengan
masalah pemberian gaji, tunjangan, perilaku terhadap karyawan ( tidak
meremehkan ) dan masih banyak hal yang lainnya. Langkah pertama dalam
menegakkan prinsip keadilan adalah dengan mengakui bahwa semua orang itu
penting dan berharga, tanpa mempedulikan tingkat gajinya dan tingkat pendidikan
mereka.
6. Perlakukan pelanggan Anda
dengan adil.
Jika Anda ingin menjadi saksi setia bagi Tuhan
Yesus Kristus, salah satu kesempatan terbesar bagi Anda adalah memberitakan
Injil kepada lingkungan bisnis Anda. Mereka akan mendengarkan Anda,
sebagai contoh karena Anda membayar tagihan tepat waktu, Anda memperlakukan
karyawan dan pelanggan Anda dengan hormat dan adil. Filipi 2:3 “ dengan tidak mencari kepentingan
diri sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya dengan rendah hati yang
seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri.” Filipi 2:4 “ dan
janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi
kepentingan orang lain juga.”
BAB IV
KESIMPULAN
Orang Kristen bisa melakukan kegiatan bisnis, asalkan
rohnya atau semangatnya seperti yang diperintahkan Kristus, dan tingkah lakunya
sesuai dengan prinsip-prinsip Injil. Kejujuran, keterbukaan, hubungan yang baik
dengan rekan dalam bisnis sangat dituntut pada zaman sekarang ini. Orang
Kristen tidak boleh dan tidak dapat melakukan satu hal pun yang tidak jujur.
Setiap orang Kristen harus menentukan sendiri berdasarkan hati nuraninya apa
yang patut dilakukannya, tetapi dia harus menjaga agar hati nuraninya tetap
lembut, dan tekadnya untuk berbuat benar harus kuat. Seluruh dunia bisnis perlu
dihadapkan dengan cita-cita besar Kristus mengenai pengorbanan, pelayanan,
kerja sama dan persaudaraan.
SARAN
Jika kita berbisnis hendaklah kita selalu
jujur dalam segala hal kepada orang-orang yang menjadi bagian dalam bisnis
kita. Tidak boleh saling menjatuhkan antara sesama anggota bisnis dan selalu
utamakan kasih karena kasih diatas segalanya termasuk juga didalam bisnis. Kita
tidak boleh menjadi cinta uang dengan menginginlan untuk sebanyak-banyaknya
tanpa disadari itu adalah hal yang salah
[i] Anderson Guntur Komenaung “ETIKA DALAM BISNIS” dalam
http://nurmadwidarmayanti.blogspot.com/2009/10/etika-dalam-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar